JURNAL ETIKA BISNIS
TUGAS KE 1
EFLIN FEBRIANI
12211328
4EA17
ABSTRAK
Eflin
Febriani. 4EA17. 12211328
Artikel.
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
(12
Hal)
Banyak cara yang dilakukan para pembisnis untuk mendapatkan
keuntungan atau profit dari bisnis mereka, mulai dari cara yang sehat maupun
tidak, padahal sebagai seorang pembisnis kita juga harus tahu jika bisnis itu
tidak hanya semata tentang mendapat keuntungan namun juga cara-cara untuk
mendapatkan keuntungan itu sendiri. Bisnis yang baik adalah bisnis yang
memperhatikan kode etik berbisnis, memiliki moral sehingga dapat bersaing
secara sehat dan mendapat keuntungan tanpa melakukan tindak kecurangan yang
merugikan pihak lain.
Pelanggaran
etika yang dilakukan baik oleh PT Brent Ventura maupun perusahaan lain tidak
hanya mangakibatkan kerugian bagi pihak lain namun juga perusahaan itu sendiri.
Perusahaan harus bertanggung jawab dengan mengganti kerugian yang terjadi dan
nama baik perusahaan rusak dan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan juga
hilang.
Sebelum
memulai sebuah bisnis ada baiknya para pelaku bisnis memahami betul etika-etika
ketika berbisnis, sehingga hal-hal seperti kasus PT Brent Vetura ataupun kasus
terkait etika bisnis lainnya tidak terjadi lagi, perusahaan juga harus sadar
jika melakukan pelanggaran tidak hanya pihak-pihal lain yang rugi namun
prusahaan juga akan rugi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Bisnis merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan, karena dikatakan sebagai suatu pekerjaan, mata pencaharian, bahkan suatu profesi, bisnis
merupakan aktivitas dalam perdagangan, bisnis dilakukan dalam rangka memperoleh
keuntungan/laba, bisnis dilakukan baik oleh perorangan maupun suatu badan
usaha.
Banyak cara yang dilakukan para pembisnis untuk mendapatkan
keuntungan atau profit dari bisnis mereka, mulai dari cara yang sehat maupun
tidak, padahal sebagai seorang pembisnis kita juga harus tahu jika bisnis itu
tidak hanya semata tentang mendapat keuntungan namun juga cara-cara untuk
mendapatkan keuntungan itu sendiri. Bisnis yang baik adalah bisnis yang
memperhatikan kode etik berbisnis, memiliki moral sehingga dapat bersaing
secara sehat dan mendapat keuntungan tanpa melakukan tindak kecurangan yang merugikan
pihak lain.
Namun tidak sedikit pelaku bisnis yang menjalankan bisnisnya
dengan melanggar aturan-aturan yang ada sehingga mengakibatkan kerugian pada
pihak lain. Banyak faktor yang mempengaruhi pelaku bisnis untuk melanggar
aturan atau kode etik yang ada. Untuk itu dalam kesempatan kali ini penulis
membahas mengenai etika dalam bisnis, contoh kasus serta penyelesaiannya
menurut penulis.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, rumusan masalah dalam penulisan ini adalah :
1. Apakah pelaku
bisnis yang ada disekitar kita menggunakan etika didalam menjalankan bisnisnya?
2. Jika
tidak, bagaimanakah bentuk pelanggarannya?
3. Apakah
faktor-faktor penyebab pelanggaran etika bisnis?
4. Bagimana
cara mengatasinya?
1.3.
Batasan Masalah
Pada penulisan kali
ini penulis hanya akan membahas tentang :
1. Etika
Bisnis
2. Indikator
etika bisnis
3. Faktor-faktor
penyebab pelanggaran etika bisnis
4. Contoh
kasus
5. Penyelesaian
menurut penulis
1.4. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui siapakah pelaku bisnis dan etika bisnis seperti apa yang dilakukan
dalam menjalankan bisnisnya .
2. Untuk
mengetahui bentuk pelanggaran etika dalam bisnis.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pelanggaran etika bisnis.
4. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasinya.
4. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasinya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.Etika
Menurut
K. Bertens (1994). Etika secara umum¬nya sebagai berikut:
1.
Etika
adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai
pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. .
2.
Etika
adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang
sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya.
3.
Etika
bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik
mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi.
4. Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya
Menurut K. Bertens (2000). Etika sebagai praksis berati : nilai-nilai dan
norma-norma moral sejauh dipraktekan atau justru tidak dipraktekan, walaupun
seharusnya dipraktekan. Dapat pula diartikan apa yang dilakukan sejauh sesuai
atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral. Maka Etika sebagai
praksis sama artinya dengan moral atau moralitas: apa yang harus dilakukan, tidak
boleh dilakukan, pantas dilakukan dan sebagaiya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1998). Etika dapat dibedakan menjadi 3 arti, yaitu:
1. Ilmu
mengenai apa yang baik dan buruk
2. Kumpulan
dari asas dan nilai
3. Serta
nilai benar dan salah
2.2.Bisnis
Bisnis
adalah usaha menjual barang atau jasa yang dilakukan oleh perorangan,
sekelompok orangatau organisasi kepada
konsumen (masyarakat) dengan tujuan utamanya adalah memperoleh keuntungan/laba
(profit). Pada dasarnya, kita melakukan bisnis adalah untuk memperoleh laba
atau keuntungan (profit).
Menurut
K. Bertens (2000). Bisnis adalah kegiatan
ekonomis dengan maksud memperoleh untung. Dalam bisnis modern untung diekspresikan
dalam bentuk uang, tetapi hal itu tidak hakiki untuk bisnis. Yang penting ialah
kegiatan antar manusia dan bertujuan mencari untung dan karena itu menjadi
kegiatan ekonomis. Jadi bisnis selalu bertujuan mendapat keuntungan dan
perusahaan dapat disebut organisasi yang didirikan dengan tujuan sekali lagi,
di antara tujuan-tujuan lain meraih keuntungan.
Menurut
Steinford ( 1979). “Business is an institution which produces goods and services demanded
by people.” Artinya bisnis ialah suatu lembaga yang menghasilkan barang dan
jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Apabila kebutuhan masyarakat meningkat,
maka lembaga bisnis pun akan meningkat pula perkembangannya untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, sambil memperoleh laba.
Menurut Allan Affuah (2004). Bisnis merupakan sekumpulan
aktifitas yang dilakukan untuk menciptakan dengan cara mengembangkan dan
mentranformasikan berbagai sumber daya menjadi barang atau jasa yang diinginkan
konsumen.
2.3.Etika
Bisnis
Menurut
K. Bertens (2000). Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya
perilaku manusia sehingga disebit “filsafat praksis”. Sejak akhir tahun 1960-an
teori etika mulai membuka diri bagi topik-topik konkret dan aktual sebagai
obyek penyelidikannya. Perkembangan baru ini sering disebut “etika terapan”
(applied ethics). Etika bisnis juga sebaiknya kita lihat sebagai suatu bidang
perminatan dari etika terapan.
Seperti
etika terapan pada umumnya, etika bisnis pun dapat dijalankan pada tiga taraf :
taraf makro, meso dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan
yang berbeda untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis. Pada taraf makro,
etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi sebagai
keseluruhan. Jadi, di sini masalah-masalah etika disoroti pada skala besar.
Pada
taraf meso (madya atau menengah), etika bisnis menyelidiki masalah-masalah etis
di bidang organisasi. Organisasi disini terutama berarti perusahaan, bisa juga
serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi, dan lain-lain.
Pada
traf mikro, yang difokuskan ialah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau
bisnis. Di sini dipelajari tanggung jawab etis dari karyawan dan majikan,
bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor.
Akhirnya
boleh ditambahkan catatan tentang nama “etika bisnis”. Di Indonesia studi
tentang masalah etis alam bidang ekonomi dan bisnis sudah biasa ditinjukan
dengan nama itu, sejalan dengan kebiasaan umum dalam kawasan berbahasa Inggris
(business ethics). Tetapi dalam bahasa lain terdapat banyak variasi. Namun pada
dasarnya semua nama yang bervariasi menunjuk kepada studi tentang
aspek-aspek moral dari kegiatan ekonomi dan bisnis.
2.4.Perkembangan
Etika Bisnis
Berikut
perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1. Situasi
Dahulu
Pada awal sejarah
filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan
membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa
Peralihan: tahun 1960-an
Ditandai pemberontakan
terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di
ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini
memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan
mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang
paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika
Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
Sejumlah filsuf mulai
terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika
bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang
meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika
Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
Di Eropa Barat, etika
bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat
forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business.
5. Etika bisnis
menjadi fenomena global : tahun 1990-an
Sejak dimulainya liberalisasi ekonomi di Eropa Timur,
apalagi sejak runtuhnya komunisme akhir tahun 1980-an, dirasakan kebutuhan
besar akan pegangan etis karena disadari peralihan ke ekonomi pasar bebas tidak
bisa berhasil jika tidak disertai etika bisnis. Di Institusi Jepang yaitu
Institute of Moralogy yang bermukim di Universitas Reitaku di Kashiwa-Shi yang
disponsori pemerintah Jepang berusaha mendekatkan etika dengan praktek bisnis.
Pada tahun 1989 dan 1991 mereka menyelenggarakan konfrensi tentang etika dalam
ekonomi global, yang dihadiri oleh akademisi dari seluruh Asia. Di India, etika
bisnis dipraktekan oleh Management Center of Human Values yang didirikan oleh
dewan direksi dari Indian Institute for Management di Kalkuta tahun 1992. Pusat
yang dipimpin Prof. S.K Chakraborty ini sejak 1995 mengeluarkan majalah yang
berjudul Journal of Human Values. Juga di Hongkong tahun 1997, pengalaman
dengan beberapa kasus korupsi mendirikan Independent Comission Against
Corruption tahun 1974. Universitas Hongkong memiliki Center of Business Values
(1994). Sedikit sebelumnya Hongkong Baptist College mendirikan Center for
Applied Ethics.
Tanda bukti terakhir bagi sifat global etika bisnis adalah
didirikannya International Society for Business, Economics, and Ethics
(ISBEE). ISBEE mengadakan pertemuan perdananya dengan The First World Congress
of Business, Economics and Ethics di Tokyo pada 25-28 Juli 1996 dengan
membawakan 12 lapaoran situasi etika bisnis di kawasan dunia. Kongres kedua
berlangsung di Sao Paolo, Brasil, tahun 2000.
2.5.
Prinsip Etika Bisnis
Prinsip etika bisnis
menurut Sonny Keraf (1998) menjelaskan bahwa prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut :
1. Prinsip
Otonomi ; yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan
bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk
dilakukan.
2. Prinsip
Kejujuran ; terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara
jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak
didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat
perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa
dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern
dalam suatu perusahaan.
3. Prinsip
Keadilan ; menuntut agar setiap orang diperlakukan
secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional
obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
4. Prinsip
Saling Menguntungkan (Mutual Benefit Principle) ; menuntut agar bisnis
dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
5. Prinsip
Integritas Moral ; terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri
pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap
menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya maupun perusahaannya.
2.6.Indikator
Etika Bisnis
Dari berbagai
pandangan etika bisnis, beberapa indikator yang dapat dipakai untuk menyatakan
bahwa seseorang atau perusahaan telah mengimplementasikan etika bisnis antara
lain adalah:
1. Indikator
Etika Bisnis menurut ekonomi adalah apabila perusahaan atau pebisnis telah
melakukan pengelolaan sumber daya bisnis dan sumber daya alam secara efisien
tanpa merugikan masyarakat lain.
2. Indikator
Etika Bisnis menurut peraturan khusus yang berlaku. Berdasarkan indikator ini
seseorang pelaku bisnis dikatakan beretika dalam bisnisnya apabila
masing-masing pelaku bisnis mematuhi aturan-aturan khusus yang telah disepakati
sebelumnya.
3. Indikator
Etika Bisnis menurut hukum. Berdasarkan indikator hukum seseorang atau suatu
perusahaan dikatakan telah melaksanakan etika bisnis apabila seseorang pelaku
bisnis atau suatu perusahaan telah mematuhi segala norma hukum yang berlaku
dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
4. Indikator
Etika Bisnis berdasarkan ajaran agama. Pelaku bisnis dianggap beretika bilamana
dalam pelaksanaan bisnisnya senantiasa merujuk kepada nilai-nilai ajaran agama
yang dianutnya.
5. Indikator
Etika Bisnis berdasarkan nilai budaya. Setiap pelaku bisnis baik secara
individu maupun kelembagaan telah menyelenggarakan bisnisnya dengan
mengakomodasi nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang ada disekitar operasi
suatu perusahaan, daerah dan suatu bangsa.
6. Indikator
Etika Bisnis menurut masing-masing individu adalah apabila masing-masing pelaku
bisnis bertindak jujur dan tidak mengorbankan integritas pribadinya.
2.7.Masalah Etis Seputar
Konsumen
Konsumen merupakan
stakeholder yang sangat hakiki dalam bisnis modern. Bisnis tidak mungkin akan
berjalan kalau tidak ada konsumen yang menggunakan produk atau jasa yang dibuat
dan ditawarkan oleh bisnis. Supaya bisnis berkesinambungan tentu perlu
pelanggan karena menduduki posisi kunci untuk menjamin sukses setiap bisnis,
besar ataupun kecil. Tidak heran jika Peter Drucker, perintis teori manajemen,
menggarisbawahi peranan sentral pelanggan / konsumen dengan menandaskan bahwa
maksud bisnis bisa didefinisikan secara tepat sebagai to create a customer.
Konsumen harus
diperlakukan dengan baik secara moral, tidak saja merupakan tuntutan etis,
melainkan juga syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan dalam bisnis. Namun
dalam konteks modern, si konsumen justru mudah dipermainkan dan dijasikan
korban manipulasi produsen. Karena itu bisnis mempunyai kewajiban moral untuk
melindungi konsumen dan menghindari terjadinya kerugian baginya.
2.8.Perhatian untuk Konsumen
Secara spontan bisnis
mulai dengan mencurahkan segala perhatiannya kepada produknya, bukan kepada
konsumen. Selangkah penting dalam menentukan fokus ke arah konsumen ditempuh
oleh Presiden John F. Kennedy pada tahun 1992 mengirim kepada kongres (DPR)
Amerika apa yang disebut Special Massage on Protecting the Consumer Interest.
Di mana ia menetapkan 4 hak yang dimiliki setiap konsumen yaitu the rifght to
safety, the right to be informed, the right to choose, the right to be heard.
Meskipun perumusan tersebut termasyur dan tidak lengkap tetapi dipandang
sebagai jalan masuk yang tepat ke dalam masalah etis sekitar konsumen.
1. Hak
atas keamanan
Konsumen berhak atas
produk yang aman, artinya produk yang tidak mempunyai kesalahan teknis /
kesalahan lain yang bisa merugikan kesehatannya / bahkan membahayakan hidupnya.
2. Hak
atas informasi
Konsumen berhak
mengetahui segala informasi yang relevan mengenai produk yang dibelinya, baik
apa sesungguhnya produk itu (bahan bakunya, umpamanya), maupun bagaimana cara
memakainya, maupun juga risiko yang menyertai pemakaiannya. Meliputi juga
segala aspek pemasaran dan periklanan.
3. Hak
untuk memilih
Konsumen berhak memilih
antara pelbagai produk dan jasa yang ditawarkan.
4. Hak
untuk didengarkan
Karena konsumen adalah
orang yang menggunakan produk / jasa, ia berhak bahwa keinginannya tentang
produk / jasa itu didengarkan dan dipertimbangkan, terutama keluhannya.
Hak-hak
konsumen ini tentu tidak boleh dimengerti sebagai hak dalam arti sempit, tetapi
dipahami sebagai cita-cita / tujuan yang harus direalisasikan dalam masyarakat.
Maka kita cenderung menambahkan 2 hak berikut ini :
1. Hak
lingkungan hidup
Konsumen boleh menuntut
bahwa dengan memanfaatkan produk ia tidak akan mengurangi kualitas kehidupan di
bumi ini. Dengan kata lain, ia berhak bahwa produk itu ramah lingkungan.
2. Hak
konsumen atas pendidikan
Tidak cukup bila konsumen
mempunyai hak, ia harus juga menyadari haknya. Bahkan menyadari pun tidak
cukup, karena konsumen harus mengemukakan kritik / keluhannya, bila haknya
dilanggar. Karena itu konsumen memiliki hak juga untuk secara positif dididik ke
arah itu. Terutama di sekolah dan melalui media masssa, masyarakat harus
dipersiapkan menjadi konsumen yang kritis dan sadar akan haknya. Sehingga
memberikan sumbangan yang berarti kepada mutu kehidupan ekonomi dan mutu pada
umumnya.
Semua
hak konsumen ini disebut juga dalam UU tentang Perlindungan Konsumen yang
dimiliki Indonesia sejak April 1999, ditambah beberapa hak lain seperti hak
untuk mendapatkan advokasi serta perlindungan dan hak untuk mendapatkan ganti
rugi / penggantian bila produk tidak dalm keadaan semestinya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penulisan ini
penulis mencari informasi dari berbagai sumber seperti buku, jurnal dan blog.
Data yang penulis gunakan termasuk data sekunder karena diperoleh dari sumber
lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.Kasus
Jakarta -Investor yang dananya nyangkut merasa terjebak oleh PT Brent
Ventura. Pasalnya, tenaga pemasar alias marketing menawarkan untuk berinvestasi di PT
Brent Securities tapi akhirnya jadi masuk di Brent Ventura.
Brent
Securities adalah perusahaan yang terdaftar dan punya izin dari Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) sementara Brent Ventura sebaliknya. Akhirnya, dana investasinya
macet dan sekarang masih dalam proses
pengadilan.
"Waktu
pertama saya itu ditawarkan oleh Brent Securities. Nah, begitu baru 15 hari
saya diminta untuk tanda tangan sertifikat MTN yang baru," kata investor
wanita yang menyimpan investasi di Brent Ventura kepadadetikFinance di Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2014).
Hari
ini akan digelar sidang ketiga perkara gugatan investor terhadap Brent Ventura
untuk permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Beberapa investor
yang menggugat pun sudah hadir dilokasi persidangan.
"Saya
awalnya nggak mau tanda tangan, karena saya pikir kan ngapain saya tanda tangan baru toh saya
sudah punya yang lama. Lagipula kok beda lagi tulisannya bukan Brent Securities
tapi Brent Ventura," kata wanita tersebut.
"Saya
tanya, kata marketing-nya sama saja, izinnya sama. Marketing desak saya terus,
akhirnya suami
saya yang tandatangan," jelasnya.
Pada
akhirnya terungkap bahwa Brent Ventura ternyata tak punya izin dari OJK. Selain
itu, produk MTN yang dikeluarkan perusahaan juga tidak terdaftar
Investor
pun sekarang mempertanyakan ke mana uang hasil investasi mereka. Lalu bagaimana
sikap Brent Securities selaku induk usahanya.
"Kita
bayar itu ke rekening Brent Securities. Yang kita desak ke OJK itu, dari Brent
Securities sampai tidak dananya ke Brent Ventura. Kalau sampai, dana itu
dikemanakan oleh Brent Ventura," ujar salah satu investor pria di Brent
Ventura.
Menurutnya,
Brent Securities juga sudah melanggar aturan dengan menerbitkan produk MTN melalui anak usahanya. Brent
Securities juga punya beberapa anak usaha lain di aneka sektor industri.
"Wajar
juga investor nggak tahu kalau Brent Ventura nggak punya izin ternyata. Karena kan marketing-nya bilang Bent Ventura sama saja dengan
Brent Securities. Saya curiganya, Brent-Brent yang lain itu juga sama. Tidak
punya izin juga. Kok berani dia nawarin orang begitu," tambahnya.
"Jangan-jangan
marketingnya juga nggak paham, karena kan mereka hanya diberi komisi untuk
jualan itu," ujarnya.
Para
investor ini ditawari untuk berinvestasi di produk MTN (medium term notes) dengan bunga 10-11% per tahun dibayar tiap bulan. Pembayaran dana
masih lancar sepanjang 2013, tapi kemudian dana investor ini macet sekitar awal
tahun 2014.
Sampai
saat ini, sudah banyak investor yang dananya tidak kembali. Brent Ventura
sempat mengaku akan merestrukturisasi utangnya kepada investor itu tapi itu pun
gagal dijalankan.
4.2.Pelanggaran
Pelanggaran
yang dilakukan oleh PT Brent Ventura adalah penipuan karena tenaga pemasar alias marketing menawarkan untuk berinvestasi di PT
Brent Securities tapi akhirnya jadi masuk di Brent Ventura yang mengakibatkan
kerugian bagi pihak investor
Brent ventura juga tidak memiliki izin dari OJK dan Produk
MTN yang dikeluarkan juga tidak terdaftar
4.3.Faktor
Penyebab Pelanggaran Etika Bisnis
Pelaku
bisnis atau para produsen melakukan pelanggaran bukan tanpa sebab, karena
mereka juga memiliki kepentingan masing – masing. Akan tetapi, demi mencapai
tujuan atau target mereka tersebut, mereka kurang memperhatikan dampak atau
akibat yang timbul bagi para konsumennya.
Berikut
adalah beberapa faktor penyebab atau alasan mengapa pelaku bisnis melakukan
tindak pelanggaran dari etika bisnis yang seharusnya dijaga.
1. Kurangnya
kesadaran moral utilarian (moral yang berkaitan dengan memaksimumkan hal
terbaik bagi orang sebanyak mungkin)
2. Menurunnya
formalism etis (moral yang berfokus pada maksud yang berkaitan dengan perilaku
dan hak tertentu
3. Pandangan
yang salah dalam menjalankan bisnis (tujuan utama bisnis adalah mencari
keuntungan semata, bukan kegiatan social)
4. Kurangnya
pemahaman tentang prinsip etika bisnis
5. Rendahnya
tingkat pendidikan, pengetahuan serta informasi mengenai bahan, material
berbahaya
6. Rendahnya
tanggung jawab social atau CSR (Corporate Social Responsibility)
7. Undang
– undang atau peraturan yang mengatur perdagangan, bisnis dan ekonomi masih
kurang
8. Lemahnya
kedudukan lembaga yang melindungi hak – hak konsumen
4.4.Penyelesaian
Menurut
penulis kejadian seperti kasus di atas dapat dihindari jika konsumen lebih
berhati-hati serta memastikan izin dan syarat-syarat untuk memastikan kelegalan
perusahaan tersebut. Sedangkan untuk pihak perusahaan harus sadar tentang
aturan serta kode etik dalam berbisnis, jangan hanya karena ingin cepat untung
menjadi mengabaikan aturan yang berakibat kerugian tidak hanya untuk
konsumen/investor tapi juga perusahaan itu sendiri.
BAB 5
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
Pelanggaran
etika yang dilakukan baik oleh PT Brent Ventura maupun perusahaan lain tidak
hanya mangakibatkan kerugian bagi pihak lain namun juga perusahaan itu sendiri.
Perusahaan harus bertanggung jawab dengan mengganti kerugian yang terjadi dan
nama baik perusahaan rusak dan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan juga
hilang.
5.2.Saran
Sebelum
memulai sebuah bisnis ada baiknya para pelaku bisnis memahami betul etika-etika
ketika berbisnis, sehingga hal-hal seperti kasus PT Brent Vetura ataupun kasus
terkait etika bisnis lainnya tidak terjadi lagi, perusahaan juga harus sadar
jika melakukan pelanggaran tidak hanya pihak-pihal lain yang rugi namun
prusahaan juga akan rugi.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, Kees.
2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta:Kanisius
Keraf, A. Sony.
1998. Etika Bisnis : Tuntutan dan
Relevansinya. Yogyakarta:Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar